MEMIMPIKAN ERDOGAN

Joko Widodo dan Recep Tayyip Erdogan | Foto: www.sangpencerah.com

Rakyat Indonesia kembali berpesta. Mengumandangkan “Indonesia Raya” dari Pulau Dana (selatan) sampai ke Pulau Rondo (barat), dari Pulau Marampit (utara) hingga Pulau Bras (timur). Lantas, apa kaitannya HUT RI Ke-70 dengan Recep Tayyip Erdogan?

Seperti pada agustusan sebelumnya, HUT RI tahun ini tetap nggak ngeh. Saya merasa selalu ada yang ganjil di tengah sorak-sorai kemerdekaan. Kibaran merah-putih di depan rumah-rumah warga menyiratkan sisi semu di baliknya. Sudah 25.550 hari lebih penjajah melepas kekuasaannya di Bumi Pertiwi, namun masyarakat tak kunjung “merdeka” (baca: sejahtera). Harapan akan realisasi Pancasila masih jauh dari kata “kelar”.

Pantas jika seluruh warga berpesta pada dirgahayu RI tahun ini, apalagi setelah menerima kado manis dari pasangan ganda putra bulutangkis, Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan. Keduanya merebut juara BWF World Championship 2015 beberapa jam sebelum Sang Saka Merah-Putih dikibarkan di Istana Negara, Jakarta. Namun, ada baiknya warga tidak sampai tenggelam pada kebahagian fana. Utamanya kita, warga negara yang kebetulan terlahir di bagian timur negeri ini.

Masih ingat tentang Perundingan Linggarjati? Perundingan antara perdana Menteri Sutan Syahrir dan delegasi Belanda, Prof. S. Schemerhorn serta Dr. H,J. Van. Mook, 10-15 November 1946, menghasilkan kesepakatan yang kurang sreg. Hanya Sumatera, Jawa, dan Madura yang diakui merdeka waktu itu.
Syukur, Sulawesi Selatan memiliki putra pemberani seperti Andi Mattalatta. Dialah yang diutus raja-raja di Sulawesi Selatan untuk menyampaikan kepada Bung Karno bahwa rakyat bagian timur Indonesia juga siap merdeka.

Dengan susah payah, Andi Mattalatta mengarungi lautan dari Sulawesi ke Jawa. Ia membawa misi besar ditemani Saleh Lahade dan tiga pallapi’ aro (pengawal)–salah seorang bernama Lanca, pemain sepak bola yang gesit. Setelah terdampar di Panarukan, mereka kemudian menemui Bung Karno di Yogyakarta. Misi yang mereka bawa itu terwujud empat tahun kemudian. Sulawesi dan bagian timur Indonesia secara resmi merdeka pada 17 Agustus 1950.

Orang timur bukan orang yang susah move on. Hanya saja, keadaan sekarang, sampai setelah 70 tahun Indonesia merdeka, yang membuat orang timur masih bertanya-tanya, “Mengapa pemerintah pusat masih saja menganaktirikan bagian timur?”

Kita tidak bisa pura-pura buta dan gengsi. Ketika orang-orang di Jawa sudah puluhan tahun menikmati kereta api, kita yang di timur baru dijanji akan dibuatkan relnya. Belum lagi sarana dan prasarana yang lain. “Dari 183 kabupaten yang masuk dalam kategori daerah tertinggal, sekitar 80 persen di antaranya berada di wilayah Indonesia bagian Timur,” kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman, seperti dilansir GatraNews, 15 Agustus 2015. Jelas, ketimpangan ini berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

Lalu, sampai kapan bagian timur Indonesia akan tertinggal? Di sinilah saya menghubungkan HUT RI dengan Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki yang dicap "bodoh” oleh haters-nya. Bukan bermaksud memandang sebelah mata Presiden RI sekarang, Joko Widodo, namun saya bermimpi suatu saat nanti Indonesia dipimpin oleh sosok seperti Erdogan. Saya percaya sosok serupa Erdogan dapat mengatasi masalah kecil seperti kesenjangan pembangunan Indonesia bagian timur dan bagian barat.

Erdogan adalah sosok yang tegas, namun jauh dari sifat diktator. Ia disebut-sebut bakal mengulang kejayaan Kerajaan Turki dan Islam di Eropa. Ia presiden yang berbaur dengan sepenuh hati pada masyarakat, tanpa “pencitraan”. Ia tak masalah salat Jumat di pintu masjid jika telat. Ia memungut bendera negaranya jika menemui tergeletak di tanah. Erdogan sangat mencintai negaranya dibanding orang lain. “Saya sudah memakai kain kafanku sebelum mulai berjuang.” Begitu Erdogan menjaminkan diri kepada warganya untuk kemajuan negara.

Alhasil, Erdogan sukses mengubah Turki, dari negara sekuler menjadi negara donator. Imbas baik dari program pemerintahan Erdogan mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF), dan memanfaatkan sebaik-baiknya untuk rakyat. Erdogan menutup defisit anggaran yang mencapai 47 miliar dolar. Sebelumnya, cicilan terakhir utang Turki ke International Monetary Fund (IMF) adalah 300 juta dolar pada Juli lalu. Sekarang, malah Turki meminjami IMF sebesar 5 miliar dolar. Erdogan membawa Turki dari rangking 111 dunia ke peringkat 16, dengan rata-rata peningkatan 10% pertahun.
Artinya, Turki kini masuk dalam 20 negara besar terkuat (G-20) di dunia.

Sikap diplomatik Erdogan juga mengesankan. Ia berani menyemprot Shimon Peres (mantan presiden Israel) tentang pertikaian di Gaza pada Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos tahun 2009. Erdogan bilang ke Peres : “I know very well how you struck and killed innocent children on the beaches (Saya tahu persis bagaimana anda menghabisi dan membunuh anak-anak yang tidak berdosa itu saat mereka berada di pantai).”

Erdogan dalam 10 tahun pemerintahannya di Turki telah mendirikan 125 universitas baru, 189 sekolah baru, 510 rumah sakit baru, dan 169.000 kelas baru yang modern, sehingga rasio siswa perkelas tidak lebih dari 21 orang. Di Turki, anggaran pendidikan dan kesehatan mengungguli anggaran pertahanan, dan gaji guru sebesar gaji dokter. Ketika krisis ekonomi menimpa Eropa dan Amerika, universitas-universitas Eropa dan Amerika menaikkan uang kuliah. Sedangkan Erdogan membebaskan seluruh biaya kuliah dan sekolah bagi rakyatnya dan menjadi tanggungan negara.

Erdogan menghidupkan kembali pengajaran Alquran dan hadis di sekolah-sekolah negeri, setelah dihilangkan pemerintah sekuler selama hampir 90 tahun. Erdogan menetapkan kebebasan berhijab di kampus-kampus Turki dan di parlemen.

Erdogan juga telah membangun 35 ribu laboratorium IT dan data base modern yang melatih pemuda-pemuda Turki. Erdogan sedang mengupayakan dengan sungguh-sungguh membiayai 300 ribu ilmuwan untuk melakukan penelitian ilmiah menuju tahun 2023. Tahun 2023 merupakan tahun pembangunan Turki modern yang sudah dicanangkan oleh Erdogan. Targetnya adalah Turki menjadi kekuatan politik dan ekonomi nomor 1 di dunia.

Erdogan beberapa hari lalu berkunjung ke Indonesia, bertemu Joko Widodo. Meninggalkan pesan penting bahwa Indonesia harus melepas pengaruh ekonomi Cina, karena itu berbahaya. Sayangnya, keadaan sekarang berbeda. Pemerintah Indonesia-Cina makin akrab, dengan harapan bantuan utang USD 50 miliar segera cair. Maka, makin terjajahlah kita. Dirgahayu ke-70 Indonesiaku sayang, Indonesiaku malang. (*)

#RI70TAHUN
Aug 16th, 2015

0 comments: