CERITA DARI PALU (4)

Hujan rintik mengiringi langkah ke tangga pesawat. Negeri #Kaili bagai bersedih.

Siang ini, Kamis, 15 Mei 2014, kota Palu berawan basah. Kaca jendela pesawat berair diderai rinai. Meski, di cakrawala, mentari masih menyuluh.

Sebelum lepas landas.
Saya tertegun. Menatap Palu sekali lagi lewat jendela dari kursi nomor 12A. "Semoga, masih ada kesempatan kedua ke sini," ucap dalam hati.

Tak bisa diredam haru berpisah dengan Pak Taufik dan kawan-kawan baru. Kota asal "Pasha Ungu" ini telah memberikan keramahan bagi tamunya.

Dua setengah jam sebelumnya, saya diantar Pak Taufik dan Pak Rasyid ke bandara. Saya pamit 30 menit kemudian usai menikmati secangkir kopi di kafe. "Hati-hati, Dik. Salam sama keluarga," ucap Pak Taufik mohon diri. Saya mengangguk mendengar sambil menyalami tangan kedua bapak yang sama-sama hobi minum kopi susu itu.

Tiba di depan pintu masuk penumpang, saya memperlihatkan tiket pada petugas. Saya lalu masuk bandara yang sudah berganti nama itu, dari Bandara Mutiara menjadi Mutiara SIS #Al-Jufri.

Wali Kota Palu, #Rusdy Mastura, melansir perubahan nama bandara itu setelah Menteri Perhubungan menerbitkan surat keputusan tertanggal 28 Februari 2014.

Di dalam surat keputusan nomor KP 178 tahun 2014 itu tercatat Habib Sayyid Idrus bin Salim #Al-Jufri merupakan tokoh pejuang di Provinsi Sulawesi Tengah pada bidang pendidikan agama Islam.

Ulama asal Timur Tengah dinilai sebagai inspirator terbentuknya sekolah berbagai jenis dan tingkatan di Sulawesi Tengah yang dinaungi dalam organisasi Alkhairaat.

Kembali ke pesawat. Renungan saya pada kota Palu mendadak buyar ketika posisi mulai bergeser. Di lorong kursi, tiga pramugari sibuk memeragakan cara pemakaian alat keselamatan pada setiap penumpang.

Sesaat kemudian suasana hening. Dari kokpit, terdengar pilot meminta izin take off. Pesawat melaju melawan gravitasi.

Hal yang saya tunggu akhirnya tiba: melihat kota Palu dari angkasa. Tampak megahnya jembatan kuning #Ponulele. Teluk #Talise tak kalah sumringah. Enggan ketinggalan, semangkok makanan Kaledo yang tak kuhabiskan beberapa hari lalu juga sepintas berlalu.

Palu dengan gunung dan pantainya memang indah. Seperti sebuah kota yang ditaruh dalam mangkok. Di atasnya ada gunung, bawahnya laut.

Hasrat mata memandang panorama dari atas tiba-tiba terhenti oleh suara dari kokpit. "Penumpang yang terhormat. Kami harap Anda tetap memakai sabuk pengaman. Penerbangan kita kali ini diisertai badai," kata sang pilot.

Dua lelaki yang tak saya kenal di samping tampak waswas. Raut muka mereka kentara sedang khawatir. Keduanya galau oleh kata "badai" dari kokpit.

Saya mengintip di jendela, angkasa memang sedang gelap. Awan hitam di mana-mana. Pesawat beberapa kali goyang, seperti sedang menginjak "polisi tidur" di aspal.

Saya meluruskan badan hendak tidur dan berdoa agar musibah #MH370 tak ikut ke dalam mimpi.

50 menit kemudian, saya sadar. Kuintip di jendela, awan masih hitam. Tak ada sinar matahari yang diharap bisa melegakan. Saya mengucap syukur ketika terdengar info dari pengeras suara bahwa sebentar lagi kami akan mendarat. Rupanya pesawat sudah ada di atas langit Makassar.

"Alhamdulillah," saya menghela napas. Setidaknya, jika pesawat jatuh, kami semua akan mudah ditemukan. Tidak seperti ratusan korban MH370 yang tenggelam di Samudra Hindia.

Pesawat memutar arah. Pilot menyetir kemudinya ke Bandara Sultan Hasanuddin dari posisi "Jembatan Kembar" Sungguminasa. Lima menit kemudian, pesawat tiba di posisi pendaratan. Ketinggian pesawat terhadap landasan telah memenuhi syarat untuk mendarat atau disebut decision height. Roda-roda pendarat akhirnya menyentuh landasan.

Karena hujan, penumpang diarahkan keluar lewat satu pintu di depan. Saya mengambil ransel dan satu kantong oleh-oleh "roti Palu" setelah suasana longgar.

Di dalam gedung terminal, segera kuaktifkan handphone. Nada tanda pesan BBM masuk berbunyi. "Saya sudah otw (on the way) bandara. Saya jemput di mana?" tanya wanita cantik di screen yang baik hati ingin menjemput. "Jemput di ujung kiri bandara setelah pintu keluar," saya membalas BBM sebelum ke kafe meminum kopi dan menyelesaikan cerita ini. (Selesai)

https://plus.google.com/+SidicManggala/posts/ABuQ9aLDB8u

0 comments: